Alkisah, suatu hari seorang ibu dari salah satu siswa SD datang ke sekolah dan menemui kepala sekolah, menyampaikan bahwa anaknya sudah tiga hari tidak masuk sekolah. Ketika ibu tadi menanyakan alasan kepada anaknya mengapa tidak masuk sekolah, si anak menjawab dengan ringan, “tidak apa-apa.” Si anak cuek saja, tidak ada beban, tidak ada rasa bersalah. Dia hanya bermain-main seharian. Ketika ibu marah, si anak menangis. Ibu tadi jadi bingung karena tidak tahu harus berbuat apa, dan meminta bantuan kepala sekolah untuk membujuk si anak agar mau kembali masuk sekolah.
Sebagai pendidik, kita tidak bisa serta-merta memvonis bahwa siswa yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan adalah siswa yang malas. Bisa jadi, siswa tidak masuk sekolah karena takut kepada teman sekelas. Takut “diganggu“, merasa tidak aman dari teman-teman di kelas, atau bahkan dari gurunya sendiri. Sebab itu kita harus mencari tahu sebabnya.
Kita juga tidak bisa memaksa siswa untuk masuk kembali ke sekolah dengan ancaman bahwa kalau tetap tidak masuk nanti diberi nilai jelek dan diancam tidak naik kelas. Untuk sebagian siswa SD, ancaman semacam itu tidak berpengaruh. Mereka tidak tahu apa arti naik kelas atau tinggal kelas. Keamanan dan kenyamanan jauh lebih penting bagi mereka.
Untuk mengatasi masalah siswa tidak masuk sekolah, pertama harus dicari tahu sebab-sebab siswa tidak masuk sekolah. Baru setelah diketahui penyebab siswa tidak masuk, kita dapat memberikan alternatif pemecahannya.
Seperti halnya yang terjadi pada kisah di atas, karena kepala sekolah tidak tahu penyebab anak tidak masuk sekolah dan orang tua juga tidak berhasil mendapatkan jawaban dari si anak, maka kepala sekolah memutuskan untuk mengunjungi rumah ibu tadi, dan menemui si anak. Kebetulan anak berada di rumah.
Kepala sekolah pura-pura menanyakan apakah ayah si anak ada di rumah. Anak tersebut menjawab ada dan bergegas untuk memberi tahu ayahnya kalau ada tamu. Namun kepala sekolah segera mencegah anak itu dari memberi tahu ayahnya, dan mengajaknya duduk di sampingnya (lesehan di lantai).
Kepala sekolah merangkul si anak, dan menanyakan mengapa sudah beberapa hari tidak masuk sekolah. Anak tersebut tidak menjawab, hanya tersenyum saja. Kepala sekolah mengulangi sekali lagi pertanyaan yang sama, dan tetap tidak mendapatkan jawaban. Kepala sekolah terdiam, menghela nafas, berpikir untuk menemukan cara bagaimana agar si anak memberikan jawaban yang benar.
Kepala sekolah mulai bercerita tentang anak yang tidak sekolah, ketika dewasa dia hidupnya susah. bekerja serabutan, upahnya kecil, dibandingkan dengan anak yang rajin belajar sejak kecil dan tekun sekolah, akhirnya memiliki pekerjaan dengan penghasilan besar. Anak tersebut menunjukkan perhatian yang baik pada cerita kepala sekolah. Kepala sekolah berhenti bercerita, membiarkan anak tadi merenung atau berpikir. Anak itu senyum-senyum.
Kepala sekolah kemudian meminta si anak untuk bercerita tentang alasan tidak masuk sekolah. Anak itu diam saja, lagi-lagi hanya tersenyum. Akhirnya kepala sekolah memancing dengan pertanyaan, “Apa kamu takut?” Anak itu mengangguk. “Takut pada siapa?” Tidak ada jawaban. “Takut pada Bambang?” Si anak menjawab, “Ya!” Kepala sekolah bertanya lagi, “Apa yang dilakukan Bambang padamu?” Anak itu akhirnya bercerita tentang yang dilakukan Bambang kepadanya, dan mengapa dia tidak melaporkan kejadian kepada guru kelas yang waktu itu sedang berada di kantor guru.
Setelah tahu penyebab siswa tidak masuk, maka kepala sekolah kemudian meyakinkan bahwa hal yang terjadi pada siswa tersebut tidak akan terulang lagi dan memastikan bahwa siswa tadi akan masuk kembali. Kepala sekolah juga menjelaskan kepada siswa itu hal-hal yang bisa dilakukan kalau terjadi “tindakan tidak menyenangkan” oleh teman yang ditakuti di kelas.
Hari berikutnya, sesuai kesepakatan, kepala sekolah masuk ke kelas di mana siswa tersebut berada untuk memastikan bahwa siswa tadi telah masuk sekolah. Dan betul, siswa tersebut sudah aktif bersama kelompoknya mengerjakan tugas dari guru.
Catatan: Guru sebagai pendidik perlu selalu mewasdai kalau-kalau terjadi tindakan yang mengganggu ketertiban di kelas. Pastikan bahwa kelas aman dari tindakan tidak bersahabat, agar siswa merasa nyaman di kelas. Kadang guru meninggalkan kelas, maka harus dipastikan bahwa kelas tetap fokus pada tugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar