Jumat, 01 Januari 2016

Guru di Tengah Perkembangan Zaman

Guru di tengah perkembangan zaman. Profesi guru Indonesia akan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan perkembangan kurikulum pendidikan yang berlaku di negeri ini. Bahwa kurikulum disusun berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan kebudayaan serta kebutuhan akan pembangunan bangsa. Kurikulum itu sendiri dioperasionalkan oleh guru melalui pembelajaran di ruang kelas.

Banyak orang mengatakan pada zaman dahulu guru sangat dihormati meskipun belum ada istilah guru  professional. Barangkali ada benarnya. Konon, guru sangat berani menghukum siswa yang nakal namun guru tak menerima resiko dari hukuman yang diberikan kepada siswa. 
guru,perkembangan,zaman
Jika dibandingkan dengan zaman sekarang, guru kurang dihormati meskipun sudah berpredikat sebagai guru sertifikasi. Jika mau memberi hukuman, perlu berfikir ulang untuk menerapkannya. Guru tidak berani menerapkan hukuman fisik karena bisa melanggar hak azazi manusia. Bahkan sebaliknya,  siswa berani mengancam guru sebagai pertanda kurang hormatnya siswa pada guru. Ini semua hanyalah sedikit fakta dari sekian kenyataan yang terjadi tentang dinamika pendidikan.

Agaknya perkembangan zaman dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, lebih cenderung membuat siswa cerdas dan berfikir kritis ketimbang proses pendidikan di sekolah (?). Siswa sekarang sudah paham tentang guru profesional dengan jumlah tunjangan yang sangat besar dari pemerintah. Siswa juga bisa menilai mana guru yang betul-betul profesional dan pantas menerima tunjangan sertifikasi. Mana guru yang patut digugu dan ditiru, mana pula guru yang sebaliknya. Jika ada yang kurang beres di mata siswa, janganlah heran apa yang akan dilakukan oleh siswa tersebut di sekolah.

Jika siswa pintar internet, ngeblog, dan browser di dunia maya dengan berjuta-juta ilmu pengetahuan dan teknologi, disinyalir itu bukanlah hasil proses pembelajaran di sekolah. Betapa banyak siswa yang hadir di dunia maya ini dengan karya blog/web yang luar biasa. Itu dari hasil belajar mandiri dan bimbingan blogger senior.  

Sementara itu, proses pembelajaran di sekolah masih mengutamakan pencapaian prestasi akademik, seperti perolehan nilai ulangan harian, ulangan semester dan nilai evaluasi murni. Profesionalisme guru masih diarahkan untuk pencapaian aspek kognitif tersebut. Sementara aspek lainnya, seumpama afektif dan psikomotorik,  masih dalam prosestase yang sedikit.

Semestinya, ada perimbangan yang proporsional antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam proses pendidikan sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman.

Sumber: http://www.artikelguru.com/2015/03/guru-di-tengah-perkembangan-zaman.html

Tips Mengelola Kelas dengan Baik

Mengelola kelas adalah tindakan guru untuk menciptakan suasana agar pembelajaran berlangsung dengan baik. Tujuan pembelajaran akan tercapai secara efektif dan efisien. Hasil belajar dapat dirasakan oleh siswa secara langsung sehingga terwujud  pembelajaran bermakna bagi siswa.

Akan tetapi dalam praktiknya, mengelola kelas bukanlah pekerjaaan yang gampang bagi sebagian guru. Teori-teori yang berlaku kadang-kadang tidak mempan ketika diterapkan di ruang kelas. Guru tetap mengalami masalah ketika menghadapi siswa di ruang kelas. Lalu apa alternatif upaya yang perlu dilakukan guru?

tips,mengajar,mengelola kelas

1.Teori pembelajaran

Teori tentang pembelajaran harus dikuasai namun tidak diterapkan mentah-mentah. Referensi digunakan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa di lapangan. Karakter siswa berbeda di daerah pedesaan atau perkotaan, sekolah unggulan dan non unggulan. Itu artinya, mengelola pembelajaran tidak dapat disamaratakan caranya. Misalnya ketika mengelola pembelajaran di kelas non unggulan akan berbeda dengan mengajar di kelas unggulan.

2.Materi pembelajaran

Guru harus menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan demikian guru akan percaya diri berdiri di depan kelas tanpa banyak melihat buku sumber.  Tersendatnya pembelajaran sering disebabkan karena guru kurang menguasai materi pelajaran. Atau guru tidak siap mengajar karena keadaan tertentu.

3.Stil mengajar

Yang tak kalah penting adalah stil atau gaya mengajar yang ditunjukkan guru ketika menghadapi siswa di dalam kelas. Stil mengajar meliputi penampilan, gaya dan cara berbahasa, serta sikap guru. Pembelajaran akan mudah dikelola melalui unsur-unsur stil mengajar yang disebutkan.

4.Metode mengajar

Metode mengajar disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran dan peserta didik. Metode ceramah digunakan bila guru yakin akan kemampuan berceramah cukup memadai. Akan tetapi jika tidak memungkinkan, guru dapat metode lain yang dianggap dapat mengatur siswa dengan baik.

5.Disiplin belajar

Disiplin belajar dilaksanakan bersifat konsisten dan kontinyu. Ada aturan yang jelas dan spesifik sebelum memulai maupun mengakhiri pembelajaran. Misalnya, pelajaran belum akan dimulai sebelum semua siswa berada dalam. Kalau pelajaran sudah diumulai, siswa yang terlambat tidak boleh masuk kelas. Konsentrasi belajar akan buyar ketika siswa datang terlambat dan diizinkan masuk kelas.

6.Kesiapan siswa

Tidak memulai belajar kalau siswa belum siap adalah langkah efektif untuk mengelola siswa. Siap mental menerima pelajaran, siap peralatan belajar seperi alat tulis, dan lain sebagainya.

Minimal dengan 6 tips di atas menjadi upaya berarti dalam mengelola kelas. Tentu saja masih banyak tips lain yang dapat dikembangkan dalam mengelola pembelajaran. Namun semuanya tergantung pada daya kreativitas dan inovasi masing-masing guru.

Sumber: http://www.artikelguru.com/2015/09/tips-mengelola-kelas-dengan-baik.html

Metode Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan


Konsep PAIKEM dalam Pemebelajaran - Apa itu PAIKEM? PAIKEM adalah singkatan dariPembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Jadi kelima  konsep ini yang harus ada dalam sebuah metode pembelajaran, agar pembelajaran yang dihasilkan  oleh guru memiliki kualitas dan kuantitas yang sangat kompeten, jika seorang guru mampu menerapkan kelima konsep ini kedalam sebuah metode pembelajaran maka dapat dipastikan hasil yang akan didapatkan dari proses pembelajaran akan maksimal dan sesuai dengan yang sudah direncanakan, kelima konsep ini bersinergi menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling membutuhkan sehingga menghasilkan sebuah metode pembelajaran yang sangat komplit dan tentunya menghasilkan pembelajaran yang maksimal dan optimal dari segi target dan waktu.




Berikut penjelasan tentang kelima konsep tersebut :

1. Pembelajaran Aktif

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan faktor penting, kegiatan aktif ini seharusnya tidaklah hanya berupa keterlibatan secara fisik belaka, tetapi hal yang lebih utama adalah keterlibatan mental/intelektual, khususnya keterlibatan intelektual-emosional.

Contoh dari keterlibatan mental adalah mendengarkan ceramah, berdiskusi, melakukan pengamatan, memecahkan masalah, dan sebagainya. Keterlibatan emosional dapat beebentuk penghayatan terhadap perasaan, nilai, sikap, menguatnya motivasi, dan sebagainya dalam pembangunan ranah afektif. Demikian pula halnya keterlibatan fisik dalam berbagai perbuatan langsung dengan balikannya yang spesifik dan segera dalam upaya pembentukkan/pengembangan ranah psikomotorik.

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam upaya mengoptimalkan keaktifan murid dalam belajar, baik dipandang dari pihak pembelajar, maupun dari pihak pengelola proses pembelajaran. Prinsip-prinsip itulah yang harus diperhatikan dalam menerapkan CBSA, yaitu: (Sulo Lipu La Sulo, 1990: 9-10):
1.     Penumbuhan motivasi, baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik;
2.     Pemantapan latar dari materi yang akan dipelajari, khususnya pemberian apersepsi/kaitan;
3.     Megupayakan keterarahan kepada suatu fokus;
4.     Belajar sambil bekerja, sambil bermain, ataupun kegiatan lainnya;
5.     Penyesuaian dengan perbedaan individual;
6.     Peluang untuk bekerjasama dengan berbagai pola interaksi;
7.     Peluang untuk menemukan sendiri informasi/konsep;
8.     Penumbuhan kepekaan mencari masalah dan memcahkannya;
9.     Mengupayakan keterpaduan, baik asimilasi maupun akomodasi kognitif.
Unutk mewujudkan prinsip-prinsip belajar diatas, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, antara lain (Sulo Lipu La Sulo, 1990: 10):
  1. Mengupayakan variasi kegiatan dan suasana belajar dengan penggunaan berbagai strategi pembelajaran;
  2. Menumbuhkan prakarsa siswa untuk aktif dan kreatif dalm kegiatan pembelajaran;
  3. Mengembangkan berbagai pola interaksi dalam pembelajaran, baik antara guru dan siswa maupun antar siswa;
  4. Menggunakan berbagai sumber belajar, baik yang dirancang/by design (buku pelajaran, media pembelajaran, model kerangka manusia, dll) maupun yang dimanfaatkan/by utilization (tumbuhan, hewan. Lingkungan, pasar, dll);
  5. Pemantauan yang intensif dan diikuti dengan pemberian balikan yang spesifik juga segera.

2. Pembelajaran Inovatif

Pembelajaran inovatif dapat dilakukan dengan cara mengadaptasi model-model pembelajaran menyenangkan yang bisa membuat siswa terbebas dari kejenuhan-kejenuhan pemnbelajaran. Guru mencoba untuk menanamkan pemikiran “Learning is fun” kepada para peserta didiknya.

3. Pembelajaran Kreatif

Pembelajaran kreatif menekankan pada pengembangan kreatifitas, baik pengembangan kemampuan imajinasi dan daya cipta (mengarang, membuat keerajinan tangan, mempraktekkan kesenian, dll) maupun pengembangan kemampuan berpikir kreatif.
Kreativitas merupakan tahap paling tinggi dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif pada diri siswa. Guru sebagai fasilitator pun,

4. Pembelajaran Efektif

Aspek efektifitas pembelajaran merupakan kriteria penting dalam setiap pembelajaran. Pembelajaran yang efktif adalah pembelajaran yang mendidik, yang secara
serentak dapat memenuhi dua sisi penting dari tujuan pendidikan di sekolah, yakni:
  1. Memiliki/menguasai ilmu pengetahuan,teknologi, dan seni (IPTEKS), dan
  2. Membangun diri pribadi sebagai pemanggung eksistensi manusia.
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bagsa, betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif mensiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

5. Pembelajaran Menyenangkan

Pembelajaran menyenagkan merupakan pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga memberikan suasana penuh keceriaan, menyenagkan, san yang paling utama, tidak membosankan, kepada peserta didik. Pembelajaran yang menyenangkan, harus didukung oleh keamanan lingkungan, relevansi bahan ajar, serta jaminan bahwa secara emosional akan memberikan dampak positif.

Salah satu upaya untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan menggunakan per n selingan yang menyenangkan bagi murid, yang dapat disertai dengan pemberian hadiah bagi murid yang tidak pernah membuat kesalahan.

Berikut adalah beberapa cotoh pembelajaran menyenangkan (Dadan Djuanda, 2006, dalam Konsorsium……., 2006: 161-171):
  1. Bisik Berantai,
  2. Lihat dan Katakan,
  3. Operasi Hitungan dengan Kartu,
  4. Permainan Monopoli Pembelajaran.

Menerapkan kelima konsep ini kedalam sebuah metode pembelajaran tidak semudah menjelaskan sebuah teori, butuh usaha dan kerja keras jika kita ingin menerapkan konsep ini kedalam sebuah metode pembelajaran. Semoga artikel ini bisa memberikan kita pandangan tentang konsep PAIKEM dan mampu menyuguhkan pembelajaran yang berkualitas dan kompeten kepada peserta didik kita dan tentunya dapat meningkatkan hasil belajar bagi siswa-siswi di sekolah dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di Indonesia pada umumnya.

Sumber: http://www.wirahadiary.com/

Menciptakan Suasana Belajar yang Menyenangkan


Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan merupakan dambaan bagi seorang guru atau tenaga pendidik, dengan menciptakan suasana  belajar yang menyenangkan maka akan melahirkan semangat belajar dari para siswa dan pastinya akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang lebih baik, kata menyenangkan biasanya timbul disaat anak-anak (peserta didik) bermain, bermain merupakan kegiatan mengasyikkan dan menyenangkan bagi siswa, jadi guru dituntut untuk lebih kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran sehingga proses belajar lebih menyenangkan seperti bermain sehingga sekolah tidak dianggap sebagai tempat yang membosankan namun sekolah sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa.

Seperti yang telah dijelaskan pula dari Quantum Learning sendiri bahwa belajar itu haruslah mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira  sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih lebar dan terekam dengan baik. Rasa senang dalam belajar adalah masalah suasana hati. Ini diperoleh melalui perlakuan guru dan orang tua melalui dorongan dan motivasi mereka. Sebenarnya yang diperlukan oleh siswa dalam belajar adalah rasa percaya diri.

Jangan lupa baca : Membuat suasana belajar yang menyenangkan

Oleh karena itu, tugas orang tua dan guru  tentu saja menumbuhkan rasa percaya diri mereka. Dari pengalaman hidup, kita menemukan begitu banyak anak yang ragu-ragu atas apa yang mereka pelajari sehingga mereka perlu didorong dan diberi semangat lewat bahasa cinta dan perlakuan adil bagi mereka. Langkah inovatif yang dapat dilakukan adalah bagaimana eksistensi dinding-dinding kelas yang pada dasarnya benda mati tersebut menjadi bermakna dan berbicara terhadap siswa pada khusunya dan bagi seluruh warga sekolah pada umumnya.

Yang menjadi pertanyaan adalah

“Bagaimana menciptakan dinding-dinding sekolah dan ruang-ruang kelas yang mati ini menjadi lebih hidup, menjadi bermakna, dan pada akhirnya dapat menggairahkan nafsu belajar siswa”.

Jawaban dari pertanyaan diatas adalah tidak lain adalah diperlukan suatu langkah kreatif seorang guru. Hal ini tentunya merupakan suatu langkah inovatif yang pada kenyataannya akan berbeda dengan kondisi realita dan mayoritas yang ada dilapangan saat ini. Pada kebanyakan orang dan pada kebanyakan guru bisa saja kegiatan ini dianggap sebagai kegiatan yang mengada-ada. Namun justru disinilah letak nilai inovatif itu sendiri muncul, sebab kegiatan yang bersifat inovatifakan dirasakan hal yang asing oleh orang lain, sebab hal semacam itu sebelumnya jarang atau bahkan mungkin belum ada.

Suasana belajar adalah faktor penentu keberhasilan mencapai sasaran belajar. Prinsip belajar orang dewasa dan anak-anak pada hakikatnya sama, yaitu melalui penjelajahan (eksplorasi) dan suasana hati gembira (fun). Seorang guru idealnya kreatif mendesain lingkungan belajar agar tercipta suasana yang menyenangkan atau dalam istilah Gordon Dryden disebut orkestra lingkungan belajar.

Lalu apa yang perlu disiapkan?

  1. Desain ruang kelas, desainlah ruang kelas dengan hal-hal yang bisa membuat suasana hati ceria, agar siswa merasa lebih senang untuk belajar.
  2. Bila perlu ciptakan suasana kelas yang mirip pesta, ada balon, lampion, dan hiasan-hiasan dinding.
  3. Siapkan musik pengiring ketika presentasi atau ketika siswa mengerjakan tugas-tugas yang sebelumnya yang telah diremcanakan. Akan lebih baik jika memakai musik klasik yang direkomendasikan oleh Dr Lazanov (Mozart, Vivaldi, Bethoven).
  4. Seluruh atmosfer kelas harus benar-benar bersahabat, tidak ada tekanan, apalagi ancaman.
Stocwell (seorang pelatih pendidikan terkemuka di Eropa) menjelaskana bahwa poster berwarna di dinding yang didesain dengan baik sangatlah penting karena merangsang  periferal otak. Kehadirannya yang konstan diruang kelas menyampaikan isinya di memori otak walaupun tidak didasari oleh anak. Stocwell juga menjelaskan tentang psikologi warna. Merah adalah warna peringatan, biru melambangkan kesejukan, kuning warna kecerdasan, hijau dan coklat mempunyai efek menentramkan, hangat dan ramah. Poster yang baik dapat membuat kesan di memori jangka panjang, menciptakan gambaran memori yang dapat dipanggil kembali jika dibutuhkan, walaupun tidak pernah dipelajari secara sadar.

Penerapan Joyfull Learning

Joyfull Learning dapat dilakukan dengan memotivasi tumbuhnya harga diri yang positif kepada anak dan meberikan lingkungan dan kondisi yang tepat untuk semua anak. Dengan kata lain, semua anak merasakan bahwa :
1.    Kondisi mereka sekecil apapun dihargai
2.    Mereka merasa aman (fisik dan psikis) dalam lingkungan belajar
3.    Gagasan mereka dihargai (Stufflebeam, 1965)

Dengan kata lain anak harus dihargai apa danya. Mereka harus merasa aman, bisa mengekspresikan pendapatnya, dan sukses dalam belajarnya.
Kerangka inilah yang membantu anak-anak menikmati belajar dan guru bisa memperkuat rasa senang ini melalui penciptaan kelas yang lebih “menyenangkan”.

Oleh karena itu, guru diharapkan  untuk tidak membatasi argumen siswa, karena dengan mendengarkan argumen siswa, mereka merasa lebih diperharikan dan merasa nyaman berada dikelas. Selain itu penataan kelas juga membuat siswa merasa nyaman dan senang berasa dikelas.
Dave Meier menyatakan bahwa belajar menyenangkan  (joyfull learning) adalah sistem pembelajaran yang berusaha untuk membangkitkan minat, adanya keterlibatan penuh, dan terciptanya makna, pemahaman , nilai yang membahagiakan pada diri siswa, membuat siswa tertarik untuk belajar merupakan sebuah tantangan bagi guru, karena membuat siswa tertarik untuk belajar tidak semudah menjelaskan teori yang ada dibuku.

Jangan lupa baca : Bagaimana membuat siswa tertarik untuk belajar ?

Sebelum dikenakan pada tujuan pembelajaran joyfull learning lebih dulu mengetahui tujuan pendidikan  nasional sesuai undang-undang no.02 untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif menegembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Siswa akan terdoromg untuk terus belajar jika pembelajaran diselenggarakan secara nyaman dan menyenangkan , sehingga siswa terlibat secara fisik dan psikis. Untuk itu guru perlu menciptakan kondisi pembelajaran yang sesuai dengan minat dan keceerdasan siswa. Guru juga perlu memberikan penghargaan bagi sisiwa yang berpartipasi. Penghargaan dapat bersifat material dan penghargaan, nilai, penghargaan applaus.

Sedangkan tujuan dari pembelajaran yang menyenangkan sendiri adalah menggugah sepenuhnya kemampuan belajar dari pelajar, membuat belajar menyenangkan dan memuaskan bagi mereka, dan memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagian, kecerdasan, kompetensi, dan keberhasilan mereka sebagai manusia.

Sumber: http://www.wirahadiary.com/

Jangan Bebani Anak dengan Target Orang Tua


Jangan Bebani Anak dengan Target Orang Tua
Target yang tanpa mempertimbangkan kemampuan anak akan membuat anak merasa ditekan.

Kebanyakan orang tua senang memberi target kepada anaknya, termasuk dalam kaitannya dengan prestasi akademis. Misalnya orang tua ingin anaknya ranking satu atau selalu mendapat nilai seratus. Seharusnya orang tua realistis dalam memasang target kepada anak.

"Sangat berisiko jika orang tua menargetkan sesuatu tetapi anak tidak mampu. Lebih baik, orang tua realistis dan punya rencana a, b, atau c," kata psikolog anak dan keluarga, Sani B. Hermawan, Psi yang SekolahDasar.Net kutip dari Antaranews (05/02/15).

Target yang diberikan orang tua tanpa mempertimbangkan kemampuan anak akan membebani anak. Anak akan merasa tertekan, tidak berguna bahkan merasa tidak berharga. Memaksakan target hanya akan membuat anak stres, kabur atau justru memusuhi orang tua.



Untuk itu, orang tua perlu melakukan evaluasi berkala untuk mengukur perkembangan akademis anak. Orang tua dapat mengetahui kemampuan akademis anak dari tugas-tugas, ujian, pekerjaan rumah yang diterima anak di sekolah. 

"Jika anak memang akademisnya belum berubah, jangan dimarahi, dihina, diejek, dilabeli tidak mampu. Tetapi carikanlah solusinya. Apakah memang dia tidak mengerti, apakah tidak teliti atau kemampuanya di satu pelajaran tertentu memang kurang," jelas Sani.

Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani itu mengatakan orang tua juga perlu memberi pemahaman pada anak mengenai target yang diberikan, sehingga semangat anak terpacu dan tidak merasa terpaksa mencapai target dari orang tuanya itu.


Sumber:  SekolahDasar.Net

Dua Kata yang Sebaiknya Tidak Diucapkan ke Anak


Sebaiknya orangtua menghindari kata "jangan" dan "tidak boleh" dalam melarang anak melakukan sesuatu.


Seringkali anak melakukan apa yang menurut orangtua itu keliru. Kebanyakan orangtua menggunakan kata kata "jangan" dan "tidak boleh" dalam melarang anak melakukan sesuatu. Psikolog Ayoe Sutomo, M.Psi, Psi, menyarankan orangtua untuk menghindari dua kata tersebut

Ayoe mencontohkan, misalnya saat mengatakan "jangan meloncat-loncat", anak jadi penasaran mengapa hal tersebut tidak dibolehkan sehingga dia menuruti perintah orang tua. Bukannya anak menurut, anak akan cenderung melakukan hal sebaliknya.

"Ganti dengan 'duduk yang manis' atau 'jalannya pelan-pelan'," kata Ayoe seperti yang SekolahDasar.Net kutip dari Antara (29/05/15).

Orangtua juga harus menjaga sikap dan ekspresi untuk tetap tenang di depan anak dalam situasi tertentu, misalnya saat anak terjatuh. Menurutnya, Anak usia 1 sampai 3 tahun itu meniru ekspresi orangtuanya. 

Jika orangtua menunjukkan rasa panik secara berlebihan pada saat anak jatuh, meski hanya lecet biasa, akhirnya anak akan menganggap kejadian jatuh sebagai hal yang patut dibesar-besarkan.


[ SekolahDasar.Net 

Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter Anak


Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter Anak
Kasih sayang keluarga adalah kunci kesuksesan dalam mendidik anak.

Sangat miris jika kita mendengar dan menyaksikan sikap anak-anak seusia sekolah dasar sudah berani melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya sendiri, melakukan perbuatan kriminal, dan melakukan perbuatan lain yang melanggar peraturan baik dari segi agama maupun hukum yang berlaku. Padahal merekalah generasi penerus bangsa yang akan mengganti para pemimpin bangsa dimasa yang akan datang, dari semangat dan kerja keras merekalah bangsa ini akan menjadi bangsa yang lebih baik, bangsa yang dihargai oleh bangsa lain.

Tidak ada sekolah dimanapun yang mengajarkan kekerasan, setiap penyelenggara pendidikan mempunyai misi dan visi yang baik, berusaha melaksanakan kegitan belajar mengajar dengan tujuan membentuk wawasan, mental dan karakter siswa sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1, dikatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.



Mengapa masih ada dan terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak? Banyak faktor yang menunjang terhadap pembentukan karakter siswa yang diantaranya adalah faktor orang tua, tidak semua orang tua faham bahwa tugas mendidik bukan hanya saja tugas guru, atau pihak sekolah sebagai penyelenggara formal dalam bidang pendidikan, orang tua seharusnya menjadi pendidik pertama bagi para putra putrinya dalam membangun karakter dan akhlaq baik mereka, orang tua harus memahami bahwa anak adalah karunia Tuhan, anugrah terbaik yang diberikan sebagi amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di pengadilan-Nya.

Masih ada paradigma orang tua yang sudah merasa cukup menyerahkan pendidikan putra-putrinya pada sekolah, mereka menyerahkan sepenuhnya pada lembaga formal tersebut, padahal proses belajar mengajar di sekolah terbatas oleh ruang dan waktu, sekolah hanyalah sebatas membantu para orangtua dalam mengembangkan potensi para siswanya.

Untuk menjaga dan terhindar dari hal-hal negatif, diperlukan peranan dan perhatian penting dari para orang tua ketika anak berada di lingkungan rumah, lingkungan keluarga yang harmonis, dan rasa peduli terhadap putra-putrinya disertai dengan suri tauladan orang tua akan menjadi alat yang ampuh dalam membentuk karakter anak. Berilah contoh yang baik terhadap anak, seperti halnya kebiasaan merokok para orang tua (bagi yang merokok) sebaiknya tidak dilakukan di depan anak-anak, bahkan sebaiknya jangan merokok sekalian, ketika kebiasaan tidak baik dilakukan para orang tua, maka anak-anak akan selalu mencontohnya. Tidak sedikit anak-anak yang mengalami “broken home’ dikarenakan keluarga kurang harmonis, orang tuanya yang cerai, dan sikap tidak peduli orang tua terhadap anak-anaknya dikarenakan sibuknya mereka mencari nafkah, anak-anak hanya ditipkan kepada pembantu.

Berilah kesempatan mereka untuk mandiri dan bertanggung jawab, jangan lagi terlalu berlebihan mengkhawatirkan anak serta over protektif. Ajarkan untuk mengetahui benda-benda miliknya serta merapikanya setelah bermain. Ketika sudah masuk masa sekolah ajarkan mereka untuk mempersiapkan keperluanya, beri uang saku dengan diarahkan untuk disisihkan sebagai tabungan. Ajarkan dan tumbuhkan rasa sosial, simpati, empati, dan sikap itu sangat penting. Agar anak tumbuh menjadi manusia yang menghargai orang lain maka sedini mungkin ajarkanlah pada mereka untuk memahami lingkungan sekitar. Ajarkan pada anak untuk memberi pada mereka yang membutuhkan, dan tidak bersifat sombong. Misalnya ada pengemis, biarkan buah hati anda yang memberi. Kemudian berikan penjelasan kenapa kita harus memberi dan berbagi.

Dari beberapa pembahasan di atas bisa disimpulkan bahwa anak harus diberi perhatian dan kasih sayang serta kepercayaan. Kasih sayang keluarga adalah kunci kesuksesan dalam mendidik anak.

*) Ditulis oleh Ayi Wahyudin, Guru SDN Cikidang UPTD TKSD Kec. Rancabali Kab. Bandung

[ SekolahDasar.Net |

Awasi Penggunaan Alat Teknologi pada Anak


Awasi Penggunaan Alat Teknologi pada Anak
Teknologi seyogyanya digunakan untuk mempermudah manusia dalam menjalani kehidupan namun interaksi sosial tetap diperlukan.

Indonesia adalah negara ke-4 terbanyak yang menggunakan situs jejaring sosial. Yah, capaian yang begitu fantastis. Tapi apakah efeknya juga sefantastis itu dalam arti positif? Belakangan ini kita merasakan perubahan pola interaksi terjadi begitu drastis. Seseorang mungkin akan malu jika tidak punya akun facebook, twitter dan sejenis. Dimana mana kita saksikan anak dan remaja tidak lagi suka bermain diluar rumah, berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-temannya. 

Semua sibuk sendiri dengan smart phone, bersosialisasi juga tapi dengan memanfaatkan teknologi. Tidak hanya pada remaja usia sekolah saja, namun fenomena ini juga melanda orang dewasa yang memiliki profesi apa saja bahkan sampai ibu rumah tangga. Tentu kita bangga bahwa bangsa kita tidak tertinggal dalam hal penggunaan teknologi dengan bangsa bangsa lain, tapi ingat hanya sebagai "pengguna" bukan "pencipta".

Berikutnya, kita perlu telaah ulang, apakah kita sudah manfaatkan dengan benar kemajuan teknologi sehingga membawa kebaikan untuk diri dan lingkungan sekitar. Beberapa waktu lalu kita dikejutkan oleh seorang remaja ditipu oleh teman dunia mayanya sehingga nyaris kehilangan keperawanannya, atau kisah remaja yang diculik, ada lagi seorang remaja putri yang tega menjual sepeda motor satu satunya milik orang tua demi memenuhi hasrat memiliki BB. 

Ironisnya diperbudak teknologi tidak hanya dialami anak anak dan remaja yang notabene sedang mencari identitas diri. Bahkan rumah tangga yang sudah dibina puluhan tahunpun bisa hancur berantakan hanya karena CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali) bertemu mantan pacar di facebook, ternyata kita sudah salah kaprah dalam memaknai kemajuan zaman. 

Penulis teringat Albert Enstein pernah mengatakan bahwa “aku takut pada hari dimana teknologi akan melampaui interaksi manusia, dunia akan memiliki generasi yang idiot”. 

Sepertinya itu sudah terjadi sekarang, satu bus tapi masing masing sibuk dengan hand phone. Satu kantor namun tersenyum sendiri, tertawa tawa sendiri bahkan marah sendiri. Bayangkan jika itu terjadi pada keluarga kita. Ketika orang tua dan anak sudah tidak punya waktu lagi untuk sekedar bertanya kepada anaknya apa yang kamu lakukan hari ini, sebagian kita telah kehilangan moment bercengkrama dengan sesama anggota keluarga. 


Disini kita mengingatkan orang tua, guru ataupun masyarakat luas bahwa anak kita butuh keteladanan, hanya satu kata bernama “keteladanan”. Memori mereka sudah terlanjur dipenuhi dengan sketsa buram di mana-mana, berita korupsi, kolusi dan nepotisme, ayah yang mencabuli dan membunuh anak, ibu yang membunuh bahkan tega menjual anak demi alasan ekonomi, anggota dewan ribut saat sidang paripurna sampai lempar kursi, demonstrasi yang berlangsung anarkis, belum lagi melihat ibunda dan ayahanda yang seharian sibuk bekerja sesampai dirumah masih direpoti oleh BBM dan fesbukan, sibuk up date status, dan lain sebagainya.

Betapa kita merindukan kenangan masa kecil bermain dipinggir sungai bersama teman teman, membuat rakit dan mobil mobilan dari batang pisang, dulu kita begitu kreatif "mencipta" mainan. Sampai dirumah belajar dan mengaji ditemani orang tua. Sekarang keadaan berbalik, semua sibuk sendiri, semakin lama semakin individualistis. Anak-anak dimanjakan dengan games online yang tersedia dan sangat mudah di akses. Secara tidak sadar itu mematikan kreatifitas mereka. Bermain dan belajar sendiri.

Padahal interaksi membuat kita belajar mengelola emosi, berbagi, berempati, toleransi, berkreasi, bekerja sama dan terpenting semangat kebersamaan. Sungguhpun demikian sejujurnya kita juga tidak perlu terlalu phobia dengan teknologi, betapa banyak orang yang justru beroleh kesuksesan karena teknologi. Banyak kesempatan kerja, diperoleh melalui situs jejaring sosial. 

Beberapa ada yang memanfaatkannya untuk kepentingan bisnis dan promosi barang dagangan atau silaturahmi yang kembali terjalin setelah sekian lama tidak bertemu, sampai saling berbagi informasi bermanfaat. Kita juga perlu bangga pada anak-anak muda yang berkreasi dengan robot ciptaannya sehingga meraih penghargaan disana sini, dan itu semua berkat kemajuan teknologi. 

Kita hanya perlu selektif dan memperhatikan azas manfaat serta selama dalam batas kewajaran. Jangan sampai terlena oleh kesenangan sesaat sehingga mengorbankan menit menit berharga perkembangan putra-putri kita tercinta, karena susungguhnya merekalah investasi kita untuk masa depan baik di dunia maupun akhirat. Teknologi seyogyanya digunakan untuk mempermudah manusia dalam menjalani kehidupan namun interaksi sosial tetap diperlukan karena disana ditemukan kejujuran, ketulusan dan pengorbanan. Terakhir gunakanlah IT itu sesuai kebutuhan.

*) Ditulis oleh RUSPEL AIGA. Guru SMPN 3 X Koto Diatas, Kabupaten Solok - Sumatera Barat

[ SekolahDasar.Net |

Upaya Memotivasi Belajar Siswa dengan Reward


Upaya Memotivasi Belajar Siswa dengan Reward
Memberikan reward atau hadian kepada siswa dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa.

Banyak faktor yang menunjang tercapainya tujuan kegiatan belajar mengajar dalam kaitannya dengan perbuatan belajar siswa, faktor–faktor tersebut diantaranya, siswa, guru, orang tua, materi atau bahan pelajaran, sekolah, sarana dan prasarana, serta lingkungan. Semua faktor penunjang tersebut saling berkaitan serta merupakan sebuah sistem yang semua unsur-unsurnya berhubungan sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.

Jika faktor guru mempunyai kompetensi dalam melaksanakan tugasnya tetapi siswanya tidak memiliki motivasi untuk belajar maka proses belajar mengajarpun tidak akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, demikian pula sebaliknya jika faktor siswanya siap, mempunyai rasa yang tinggi untuk mengetahui sesuatu tetapi guru tidak mempunyai kemampuan dan kualitasnya rendah, proses belajar mengajarpun tidak akan mencapai tujuan pembelajaran.


Guru, sebagai salah satu faktor penunjang dalam kegiatan belajar mengajar haruslah mempunyai kompetensi yang mumpuni, kegiatan belajar ini haruslah mengacu pada prinsip-prinsip belajar mengajar, yakni adanya perbuatan atau kegiatan anak didik yang dibantu oleh guru untuk dapat mengubah tingkah lakunya, bertambah wawasannya, serta mengalami pertumbuhan yang normal. Guru dituntut untuk melayani secara optimal dalam membantu siswa mengasah kemampuannya baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotornya.

Banyak strategi pengajaran yang bisa diterapkan oleh guru yang pada dasarnya semua strategi tersebut bertujuan agar proses belajar menagajar berlangsung baik sehingga dapat mencapai tujuan, salah satunya adalah memberikan reward atau hadian kepada siswa dalamupaya meningkatkan motivasi belajar siswa.

Guru jangan hanya memberikan sanksi kepada siswa yang telat datang ke sekolah, tetapi juga harus memberikan hadiah kepada siswa yang selalu tepat dan rajin. Berikan hadiah kepada siswa yang menjadi motivator baik di kelas, atau sekolah secara umum. Sekecil apapun kegiatan belajar mengajar uapayakan ada reward sebagai upaya meningkatkan semangat belajar siswa.

Ada beberapa manfaat dalam memberikan reward kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar, manfaat bagi siswa diantaranaya :

1. Siswa akan merasa bahagia dalam belajar, dan secara tidak langsung akan berupaya menjadi yang terbaik
2. Akan terjalinnya hubungan yang baik antara guru dan siswa, sehingga siswa akan merasa betah belajar
3. Melatih siswa untuk lebih semangat memahami dan menguasai dalam pembelajaran
4. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam pembelajaran
5. Meningkatkan motivasi siswa dan menciptakan suanana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.

Manfaat bagi guru, diantaranya :
1. Dapat memberikan suatu kontribusi positif yang diharapkan dapat bermanfaat untuk membantu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

2. Memberikan dorongan untuk melakukan kreasi dan inovasi dalam pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil dan kualitas belajar itu sendiri.

Semoga dengan bekal pengetahuan yang terdapat dalam tulisan ini mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sehingga siswa dapat dengan cepat menguasai materi pelajaran secara baik dan berhasil mencapai tujuan pembelajaran.

*) Ditulis oleh Ayi Wahyudin, Guru SDN Cikidang UPTD TKSD Kec. Rancabali Kab. Bandung

[ SekolahDasar.Net | 

Bagaimana Menjadi Guru Idola? Inilah Caranya


Menjadi Guru Idola
Guru harus berusaha keras menjadi idola bagi siswanya.

Tatkala ingatan selalu tertuju kepadanya, dan mulut obral memberi pujian untuknya, serta kesal manakala mendengar cemohan kepadanya, maka dialah yang disebut idola. Tentu tidak gampang menjadi idola seseorang apalagi banyak orang. Pastinya menjadi idola lebih sulit dibanding menjadi orang yang ditakuti. Idola dan pengidola keduanya berhulu pada satu titik, yakni hati.


Biasanya seorang yang punya tanggungjawab terhadap orang lain selalu berusaha “memikat hati” orang-orang yang berada “dibawahnya”. Hanya saja, biasanya berakhir pada titik yang kurang baik. Bukannya menjadi idola, tetapi justru menjadi “momok”. Sudah sepantasnya seorang pemimpin menjadi idola orang-orang yang dipimpinnya. Bawahan mengidolakan atasan, ketua menjadi idola anggotanya, komandan diidolakan oleh prajuritnya, guru menjadi idola siswanya dan lain sebagainya.

Sudah sepantasnya setiap guru menjadi idola dari siswanya. Sejatinya, guru harus berusaha keras menjadi idola bagi siswanya. Oleh karena itu, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan seorang guru untuk menjadi idola, antara lain:

Berusaha Menjadi Semakin Pintar

Guru identik dengan orang pintar. Salah satu tujuan profesi guru adalah menelorkan siswa-siswa pintar. Oleh karena itu, guru terlebih dahulu harus pintar, bahkan lebih pintar dari masyarakat pada umumnya. Keyakinan siswa terhadap kepintaran gurunya akan membuat mereka suka, segan, dan hormat kepada gurunya tersebut. Untuk itu, seorang guru yang berusaha mengembangkan potensinya sehingga menjadi semakin pintar, maka semakin besar pula peluangnya dijadikan idola oleh siswanya.

Sejatinya, guru juga identik dengan membaca. Meskipun akhir-akhir ini aktivitas membaca bagi guru sudah hampir terlupakan. Membaca adalah aktivitas wajib bagi guru dalam mengejawantahkan usahanya menjadi semakin pintar. Menjadi guru bukanlah pencapaian puncak seorang yang bersekolah untuk berprofesi sebagai guru. Menjadi guru adalah awal dari tanggungjawab mencerdaskan anak bangsa. Oleh karena itu, teruslah berusaha dan belajar agar tanggungjawab itu tidak mengalami kedaluwarsa. Betapa hebatnya seorang guru di mata siswa jika pertanyaan-pertanyaan siswa tersebut mendapat jawaban dari gurunya.

Berusaha Menjadi Teladan

Ketekunan seorang guru dalam usaha menjadi semakin pintar, adalah termasuk bentuk teladan. Namun, dalam bagian ini teladan ditekankan pada prilaku dan sikap baik guru yang dapat ditaladani siswanya. Memang benar, guru juga manusia biasa, tetapi hal tersebut bukanlah menjadi alas an pembenar jika ada guru yang melakukan perbuatan yang tidak normatif.

Beberapa kasus yang diliput media tentang prilaku guru yang melanggar etika, tentu tidak sebanding dengan jumlah guru yang sangat besar. Sejatinya, jika pelanggaran itu dilakukan oleh orang awam (bukan guru) tentu terbilang hal biasa, namun lain ceritanya jika perbuatan itu dilakukan oleh seorang guru. Masyarakat masih member derajat yang tinggi kepada guru sehingga mereka akan sangat kecewa jika ada guru yang berbuat haal yang tida etis.

Guru yang berprilaku layaknya seorang yang patut digugu dan ditiru, akan menjadi teladan bagi siswanya. Meneladan seorang guru yang hampir tanpa cacat akan menjadikannya idola bagi siswa. Guru yang melakukan terlebih dahulu sebelum memerintahkan kepada siswanya. Bahkan, jika dengan hati prilaku teladan itu terbentuk, maka tanpa perintah sekalipun para siswa akan ikut seperti yang dilakukan gurunya.

Guru harus rindu pada suasana dimana dia menjadi idola siswanya.Guruku adalah idolaku, adalah ungkapan yang semestinya terucap oleh siswa. Bukan terucap oleh mulut yang utama, tetapi dari kalbu. Meski mulut mengatakan ‘tidak’, tetapi hati tak dapat menolaknya. Jika, guru telah mendapatkan pengakuan itu dari siswanya, maka hampir tak ada lagi hal yang sulit yang ditemui guru dalam proses interaksi antara dia dengan siswanya. Semoga para guru menjadi atau berusaha menjadi idola siswanya.

*) Ditulis oleh Muh. Syukur Salman. Guru SDN 71 Parepare

[ SekolahDasar.Net |

Strategi untuk Mengenal Karakter Peserta Didik


Strategi untuk Mengenal Karakter Peserta Didik
Untuk lebih mengenal peserta didik, guru dapat melakukan pendekatan psikologis terhadap anak.

Semua orang suka terhadap hal-hal yang baik, mendengar yang baik, melihat yang baik dan melakukan hal yang baik-baik. Perilaku baik dalam Agama Islam disebut akhlakul karimah atau dikenal dengan sebutan budi pekerti merupakan perbuatan mulia yang semestinya dimiliki oleh setiap insan. Dengan akhlak yang baik manusia akan mampu melaksanakan tugasnya sebagai kholifah di muka bumi dengan sempurna, mampu menjalin hubungan yang baik antar sesama sekalipun berbeda suku, ras, sosial dan agama.



Guru harus mampu menjadi pelaku kebaikan, teladan bagi anak didiknya dan juga memberikan motifasi kepada mereka untuk berbuat baik, guru bisa mencontoh sifat-sifat terpuji nabi dalam melakukan aktifitasnya sebagai pendidik.

Seorang guru bertanya dalam hatinya, mengapa anak-anak selalu ribut bila ia pergi meninggalkan ruangan kelas untuk keperluan yang tidak lama, bahkan saat ia berada di dalam kelaspun ada saja anak yang membuat kegaduhan. Apakah ia kurang berwibawa atau memang karakter anak didik yang sulit diatur?

Kasus seperti ini sering terjadi ketika para guru melaksanakan proses belajar mengajar, peserta didik yang kurang memperhatikan pelajaran, kurang semangat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, ribut di ruangan kelas dan kegaduhan lainya yang menggangu proses belajar.

Hendaknya pendidik menyadari bahwa anak didik bukanlah botol kosong yang siap untuk di isi, bukan sebuah robot yang hanya mematuhi program–program tertentu, atau secarik kertas yang siap untuk digunakan menulis. Anak adalah karunia tuhan yang diibaratkan sebagai tumbuhan kecil mungil indah bersemi yang perlu dirawat, diberikan pupuk sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang berharga baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Ada beberapa strategi agar para guru dapat memahami karakteristik peserta didik agar tercapainya tujuan belajar, diantaranya:

1. Kenalilah peserta didik lebih dalam, mengenal bukan sekedar mengetahui, mengenal merupakan proses yang harus dijalani dengan cara yang arif dan bijaksana, ia membutuhkan waktu yang relatif lama. Untuk lebih mengenal peserta didik, guru dapat melakukan pendekatan psikologis terhadap anak, mewawancarai, bertanya menganai hal-hal pribadi anak dapat memberikan solusi bagaimaca cara atau metode pengajaran yang harus dilaksanakan, diskusi, ceramah, Tanya jawab, inkuiri dan metode lainnya.

2. Perlakukan peserta didik secara wajar dan adil. Disadari bahwa dalam satu kelas terdapat puluhan bakat, sifat, karakter yang berbeda yang perlu perlakuan dengan adil. Adil bukan berarti sama rata, guru harus memperlakukan setiap muridnya dengan bijak, membantu mereka yang perlu dibantu dengan senang hati dan penuh kasih sayang tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, latar belakan, aspek sosial dan lain-lain. Perlakuan yang wajar dari seorang pendidik akan membawa image positif bagi guru dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan bagi peserta didik.

3. Masuki dunia mereka, dan jadilah sahabatnya yang paling baik. Untuk mengetahui bakat dan karakter anak didik seyogyanya para guru menjadi bagian dari mereka, bermain bersama seperti layaknya mereka bermain, bernyanyi, dan mejadi sahabat yang baik, sehinggapeserta didik tidak merasa sungkan atau malu.

*) Ditulis oleh Ayi Wahyudin, Guru SDN Cikidang UPTD TKSD Kec. Rancabali Kab. Bandung

[ SekolahDasar.Net |