Kamis, 24 Desember 2015

Belajar Caranya Belajar


Ajarkan kepada Siswa: Belajar Bagaimana Caranya Belajar

Perubahan yang begitu cepat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), menuntut usaha maksimal manusia untuk senantiasa belajar dan memperbaiki kualitas dirinya agar tidak ketinggalan zaman. Jika orang tidak meng-update dirinya, maka ia akan tertinggal dan menghadapi banyak masalah dalam hidup.
Hal yang sama juga terjadi di dunia pendidikan. Dalam pendidikan, iptek berkembang begitu pesat. Siswa dituntut untuk menguasainya. Tetapi begitu keluar dari bangku sekolah, ilmu yang diperoleh itu sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan.
Konsekuensinya, ia harus belajar lagi sesuatu yang baru, dan proses belajar itu pun harus dilakukan secara cepat. Sebab jika proses belajar dilakukan dengan santai, maka ketika ia sudah menguasai ilmu yang dipelajarinya itu, ilmu itu sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan hidup.
Proses semacam itu berlanjut sepanjang waktu. Kepada siswa di sekolah selalu diajarkan ilmu atau pengetahuan yang baru. Tetapi ketika siswa berhasil menguasai ilmu atau pengetahuanitu, perkembangan di luar sudah melesat lebih jauh. Akibatnya, sekolah selalu ketinggalan jika dibandingkan dengan perkembangan di luar sekolah. Pertanyaannya: Bagaimana membekali peserta didik agar selalu siap menghadapi perubahan zaman?

Belajar Bagaimana Belajar

Satu hal penting yang perlu dimiliki oleh setiap orang adalah kemampuan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Dengan kata lain, orang perlu memiliki keterampilan belajar agar dapat cepat tanggap terhadap perubahan zaman. Dengan keterampilan belajar, orang akan dapat belajar apa saja secara cepat. Dengan demikian, ia akan selalu dapat menyesuaikan diri dan melakukan tindakan antisipatif terhadap perubahan, sehingga ia merasa nyaman dengan perubahan tersebut.
Dalam proses pembelajaran, misalnya, siswa yang telah menguasai keterampilan belajar, akan lebih cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tuntutan hidup. Ia akan cepat beradaptasi dengan perubahan, sehingga perubahan itu tidak membuatnya stres. Bahkan, ia akan menikmati perubahan itu seraya meningkatkan kualitas dirinya.
Dengan keterampilan belajar, seorang siswa akan mampu menyelesaikan tugas dan tantangan yang diberikan gurunya secara cepat dan akurat. Dengan keterampilan belajar pula, siswa lebih berhasil daripada yang tidak memilki keterampilan belajar. Sebab itu setiap guru perlu memberikan keterampilan penting ini kepada siswa.
Namun, dari sejumlah guru yang berada di suatu sekolah, berapa persen guru yang mengajarkan keterampilan belajar kepada siswa? Ini perlu penelitian. Tetapi berdasarkan pengamatan, jarang sekali guru yang secara sengaja melatih siswa dengan keterampilan belajar yang diperlukan.
Pada umumnya, guru hanya menyuruh siswa untuk belajar giat. Tetapi guru jarang (kalau tidak boleh dikatakan tidak pernah) mengajarkan kepada siswa bagaimana caranya belajar. Akibatnya, siswa hanya belajar sesuai dengan pemahaman dirinya: membaca tanpa mengerti yang dibaca. Akibat lebih jauh, pembelajaran menjadi tidak bermakna dan tidak berhasil.

Indera Belajar

Pada dasarnya setiap orang belajar melalui indera belajarnya, yaitu visual, auditorial, kinestetik. Dari ketiga jenis indera belajar itu kemudian ditingkatkan pada proses internalisasi pada tataran intelektual. Maka tidak mengherankan jika Dryden menyebut gaya belajar seseorang menjadi empat macam yaitu visual, auditorial, kinestetik, dan intelektual.
Belajar visual artinya belajar melalui indera penglihat (mata). Bentuk belajar ini misalnya membaca, mengamati, observasi, dan lain-lain. Belajar auditorial adalah belajar melalui indera pendengaran (telinga). Belajar jenis ini misalnya dengan mendengarkan atau mengucapkan. Sedangkan belajar kinestetik berarti belajar dengan cara memanipulasi (gerakan). Belajar jenis ini misalnya belajar praktik, melakukan sesuatu, mengoperasikan alat, dan lain-lain.
Ada beberapa jenis indera belajar, dan seseorang pada umumnya tidak hanya menggunakan salah satu indera. Memang ada yang memiliki indera dominan untuk belajar (akan mendapatkan hasil belajar terbaik bila dilakukan dengan indera tertentu), namun semua yang dilakukan dalam proses belajar harus dilanjutkan sampai pada proses internalisasi, yang oleh Dryden disebut menciptakan makna. Proses internalisasi inilah yang akan menentukan apakah seseorang akan berhasil atau gagal dalam belajar.
Sayangnya, proses internalisasi ini masih membutuhkan dasar yang kuat yaitu pemahaman. Tanpa pemahaman, proses internalisasi tidak ada artinya. Lebih jauh, pemahaman ini harus pula dilandasi dengan ingatan yang baik. Anak ingat dahulu, baru kemudian dapat memahami, dan akhirnya dapat menciptakan makna.
Berdasarkan pengamatan penulis, guru jarang menggunakan tahapan-tahapan yang berupa proses belajar tersebut, sehingga wajar jika siswa sulit berhasil. Banyaknya siswa yang mengikuti proses bimbingan belajar di luar sekolah (untuk mendapatkan nilai bagus di sekolah) menunjukkan bahwa proses pembelajaran di sekolah belum dapat memenuhi kebutuhan siswa.
Padahal, menurut Rusda Koto Sutadi, pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar guru agar siswa dapat belajar sesuai kebutuhan dan minatnya. Jika demikian, apakah itu tidak berarti bahwa pembelajaran yang dilakukan guru lebih banyak yang gagal daripada yang berhasil?

Membaca Bijaksana

Sesungguhnya, untuk belajar yang benar (belajar sejati) diperlukan kesiapan dari si pebelajar. Kesiapan itu bernama keterampilan dasar. Apabila belajar visual dilakukan melalui membaca, maka kepada siswa harus dilatihkan bagaimana membaca yang benar. Untuk membaca sendiri ada bermacam-macam sesuai tujuan membaca. Misalnya ada membaca indah, membaca teknik, membaca cepat, membaca pemahaman, dan lain-lain. Dan membaca untuk mempelajari sesuatu tentunya juga perlu teknik khusus.
Kecapatan membaca dengan jumlah kata per menit saja belum cukup, karena ini tidak memasuki wilayah pemahaman.. Siswa harus dapat membaca secara bijaksana, yaitu membaca dengan kecepatan ide per menit, bukan kata per menit. Dengan kemampuan membaca cepat banyaknya ide per menit, siswa bukan saja cepat membaca tetapi juga cepat memahami. Persoalannya, apakah guru sempat secara sengaja meningkatkan kecepatan IPM (ide per menit) siswa?
Selain itu, proses belajar juga tidak terlepas dari proses mengingat. Meskipun mengingat ini merupakan tingkatan kognitif paling rendah, sesungguhnya tingkatan ini memegang peranan penting dalam proses belajar. Bagaimana orang bisa memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, hingga mengevaluasi jika mengingat saja tidak sanggup? Mudah lupa, misalnya! Maka dengan memiliki dasar mengingat yang baik, orang akan dapat meningkatkan kemampuannya secara lebih cepat dan berhasil.

Kemampuan Mengkomunikasikan

Setelah kemampuan mengingat hingga mengevaluasi dimiliki, seseorang harus dapat mengkomunikasikan kepada orang lain. Ini dari kemampuan berbicara. Pada umumnya, siswa di kota lebih mampu berbicara (yang baik dan benar) dalam proses pembelajaran daripada siswa di desa. Mengapa? Pasalnya, guru di kota lebih terbuka pada inovasi, sedangkan guru di desa lebih tertutup.
Keterbukaan guru pada inovasi akan mempengaruhi perilaku mengajarnya. Guru akan mencari tahu bagaimana mengatasi kesulitannya dalam membantu siswa agar dapat belajar secara benar (ingat, membantu siswa agar dapat belajar secara benar, bukan mengajar menghabiskan materi pelajaran!).
Sementara guru di desa justru merasa dirinya sudah nyaman dan sudah benar dengan cara mengajarnya, dari waktu ke waktu hanya begitu-begitu saja, tanpa inovasi, sehingga wajar jika kegagalan lebih banyak dialami oleh siswa di desa daripada siswa di kota (ini kalau proses pengukuran dilakukan secara objektif).
Mengapa guru di kota lebih terbuka pada inovasi? Jawabannya karena fasilitas lebih memadai. Mau ke toko buku mudah, akses ke pengetahuan lebih mudah. Mau ke warnet atau pasang speedy sendiri juga mudah. Semoga menginspirasi!!!
Sumber: gurusukses.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar